Home Sejarah

Segara Rupek Berawal Dari Goresan Tongkat

by Berita Bagus - 11 Agustus 2019, 19:40 WIB

JEMBRANA BALI - Akses menuju Pura Segara Rupek tidaklah mudah, karena satu-satunya jalan darat yang bisa ditempuh harus menempuh jalan semi adventure sejauh 15 Km dalam hutan lindung Taman Nasional Bali Barat (TNBB) atau setelah 5 Km melewati Pura Prapat Agung.

Menurut Jro Mangku Nintrayana, Pemangku Pura Payogan Segara Rupek, Minggu (11/9) menjelaskan, jika mengacu pada beberapa sastra yang ada bahwa tonggak sejarah Segara Rupek dimulai atas yoga samadi dari Ida Mpu Sidimantra kehadapan Sang Hyang Siwa dan Sang Hyang Baruna Geni untuk memohon kerahayuan seisi jagat termasuk untuk keselamatan putra tunggalnya bernama Manik Angkeran, yang dipersembahkan sebagai pengayah atau pekerja pembantu kepada Ida Betara Sang Hyang Naga Basuki di Besakih, Provinsi Bali.

Ketika itu Ida Mpu Sidimantra dititahkan untuk menggoreskan tongkat beliau tiga kali ke tanah, tepat pada jalan setapak yang ceking. Berikut, atas goresan tersebut air laut menjadi terguncang, bergerak membelah bumi hingga daratan Bali dan tanah Jawa yang semula satu pulau menjadi terpisah oleh lautan sempit, inilah disebut Segara Rupek yang kini dikenal dengan nama Selat Bali.

"Dari sinilah sesungguhnya jarak terdekat antara Bali dan Tanah Jawa yang berada di sebelah Baratnya. Ujung Barat daratan Bali tampak jelas di seberang dengan lokasi terkait diujung Timur tanah Jawa yang dinamakan Batu Dodol di wilayah Banyuwangi, Jawa Timur. Selanjutnya, agar umat Hindu dapat mewujudkan rasa bhakti dalam rangka memohon kerahayuan jagad beserta isinya, di tempat Ida Mpu Sidimantra beryoga diwujudkanlan Pura Payogan Segara Rupek", jelas Jro Mangku Nintrayana.

Sementara itu, Alit Wisusana (45) didampingi istrinya Jro Ayu Wulan (43) beserta putra putrinya, rombongan pamedek asal Yehsumbul, Jembrana, Bali mengaku senang sekali dirinya bisa bersembahyang di Pura Segara Rupek. M

karena Pura Segara Rupek ini adalah di tengah kawasan hutan TNBB, sehingga hal ini membuatnya memiliki arti yang lebih dari hanya bersembahyang, tetapi bisa juga dimaknakan sebagai Wisata Rohani dalam upaya mengenal alam lebih dekat baik secara Sekala maupun Niskala.

"Disini kami bisa menjumpai berbagai satwa liar dan dilindingi diantaranya babi hutan, kijang, ayam hutan, dan yang tidak kalah menariknya dimana pada setiap kendaraan yang datang akan selalu disambut oleh kawanan kera. Kita juga bisa melihat kebaradaan Jalak Bali, dan sebagainya", jelas Alit.

Hal senada disampaikan rombongan lainnya yang juga bersembahyang di Pura Segara Rupek, diantaranya Agus Ardhana Reiswara (34), I Komang Kerta Gunawan (49), I Kadek Udiana (42) dan I Ketut Wintra (68) mereka juga mengaku merasa lebih refresh secara lahir dan bahtin, sebab disamping bersembahyang mereka juga dapat menikmati keindahan panorama alam di sepanjang perjalanan menuju Pura Segara termasuk pantai yang berpasir putih dan memiliki ragam terumbu karang sangat indah.

Namun, sebagai informasi tambahan dari Polisi Kehutanan yang bertugas sebagai Jaga Wana setempat bahwa kita tidak diperkenankan memberi makan satwa-satwa yang kita jumpai disepanjang perjalanan ke Pura Segara Rupek termasuk mengambil jenis tumbuhan yang tumbuh di TNBB. (Suar)

Share :

Berita Popular