Bojonegoro - Dugaan pemecatan sepihak oleh Kepala Kemenag Bojonegoro terhadap salah satu Pegawai Tidak Tetap (PTT) KUA Tambakrejo, Mujib Ridwan, memicu kontroversi yang berujung pada ancaman terhadap jurnalis.
Salah satu Jurnalis Ririn Wedia, mengungkapkan bahwa dirinya menerima ancaman dari Kepala Kemenag Bojonegoro, Abdul Wakhid, saat mencoba mengkonfirmasi berita terkait pemecatan tersebut. Ririn mengaku dibentak dan diancam akan dilaporkan kepada polisi.
“Kamu mau nulis apa lagi? Lihat saja sebentar lagi akan berhadapan dengan Mbah Naryo (Sunaryo Abumuin),” ujar Ririn menirukan ucapan Wakhid saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Selain mengancam akan melaporkan pemberitaan Suaradesa kepada pihak kepolisian, Abdul Wakhid juga mengancam akan menghadapkan Ririn dengan Sunaryo Abumuin, seorang pengacara. “Ucapan itu tidak hanya disampaikan ke saya tapi juga beberapa teman media lain yang mengkonfirmasi Wakhid,” tegas Ririn.
Tidak hanya ancaman, Ririn juga dituduh sebagai pembohong dan disebut bodoh karena menanyakan tentang pemecatan Mujib. Wakhid menyatakan bahwa tidak ada Surat Keputusan (SK) pemecatan yang dikeluarkan. “Sesuai isi WhatsApp, Kepala Kemenag bilang, 'Gak bener pecat kan ya ada SK-nya ini kantor bukan pos kampling wartawan kok dungu,'” ungkap Ririn.
Menanggapi insiden tersebut, Penasehat PWI Bojonegoro, Sasmito Anggoro, menyayangkan tindakan Abdul Wakhid. “Kalau sudah bilang akan dilaporkan polisi itu masuk ancaman dan nada suara yang keras termasuk intimidasi, jelas ada pelanggaran UU Pers. Sementara pers melakukan tugasnya,” tegas Sasmito.
Sasmito menekankan bahwa ancaman tersebut termasuk melanggar UU Pers. Jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan, mereka memiliki hak untuk memberikan tanggapan atau klarifikasi. Namun, meskipun setiap orang berhak mendapatkan perlindungan hukum, semua tindakan harus dikaji dengan bijak. Pers juga dilindungi dan diatur oleh undang-undang.(Team/sis)