Bojonegoro - Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, tiba-tiba batalkan Bantuan Keuangan Kusus Desa (BKKD) tahun anggaran 2024 tanpa alasan yang jelas.
Padahal, progres bantuan yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) itu jauh - jauh hari sudah direncanakan, serta banyak Desa yang berharap realisasinya.
Adanya pengumuman pembatalan BKKD tahun 2024 yang dilontarkan PJ Bupati Bojonegoro, saat acara sosialisasi netralitas ASN jelang Pilkada, sontak menuai kritik pedas dari beberapa kepala desa di kabupaten Bojonegoro.
“Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) gagal realisasi, para petinggi di Desa merasa tercoreng dan malu, selama ini telah mempersiapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) serta mensosialisasikan dalam kegiatan lingkungan bahwa akan ada pembangunan dari BKKD.” ucap salah satu Kepala Desa Jum’at, 11 Oktober 2024.
Lebih lanjut ia mengatakan, secara teknis administrasi vertikal maupun pedoman hukum dalam pelaksanaan BKKD semestinya telah terpenuhi. Pasalnya, progam tersebut sudah memilik produk Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Bupati (Perbup), dan Surat Keputusan (SK) Bupati tentang penyaluran BKKD.
Sehingga, amat sangat disayangkan jika bantuan yang bersifat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa harus dibatalkan tanpa alasan yang jelas.
“Demi keamanan dan tertib administrasi Desa, jika dianggap tidak cukup waktu dalam pelaksanaannya, sebaiknya tetap dijalankan sesuai tahapan hingga akhir tahun atau Desember, kalaupun belum dapat menyelesaikan tutup buku dahulu, progres dapat di DPAL kan (Dokumen Pelaksanaan Anggaran Lanjutan).” tambahnya.
Selian itu, ia menambahkan, dengan adanya hal diatas, pengelolaan keuangan desa dari BKKD dapat terlindungi oleh regulasi dan tidak terjadi pergeseran anggaran APBDes, serta program tersebut dapat dikerjakan dengan skala prioritas masing-masing Desa.
“Gak habis pikir, SDM pejabat Pemkab banyak yang bertitel S2, S3, mestinya faham administrasi dan produk hukum, juga tau dampak hukum baru yang akan terjadi atas pelaksanaan BKKD. Sangat beda jauh dengan SDM kami, dulu saat ikut kontes Pilkades, kami hanya bersyarat ijazah lulusan SD, SMP, tidak pernah diajarkan mengelola Negara, kami hanya dipaksa dan terpaksa taat patuh pada atasan, juga selalu jadi kambing hitam dan sasaran kesalahan oleh warga masyarakat “ pungkasnya.
Menyoal atas kemelut birokrasi Kabupaten terkaya nomer 2 se Provinsi Jawa Timur, Ahmad Sapuan, salah satu tokoh masyarakat Bojonegoro yang membidangi tentang tata usaha Negara mengatakan, pembatalan program BKKD tahun 2024 yang dilakukan oleh Pemkab terkesan dipaksakan.
“Sepengalaman saya di Pemda dulu, baik pembatalan SK maupun penerbitan SK harus ada alasan hukumnya dari pemrakarsa, dalam hal ini Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang membidangi, misalnya kalau pembatalan SK BKKD ya harus ada surat atau nota dinas dari SKPD yang mengusulkan dengan argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Bupati, sehingga pembatalan atau penerbitan SK nya bisa ditetapkan.” terangnya.
Kalau dengan Bagian Anggaran, lanjutnya, biasanya SKPD pemrakarsa sebelum menyampaikan argumen tertulis ke Bupati, mengadakan rapat terlebih dahulu dengan mengundang SKPD lainnya yang dikehendaki.
“Jadi semua produk hukum baik SK, Perbup maupun Perda itu secara historis dan kronologinya harus melalui prosedur dengan landasan urgensi maupun perintah peraturan perundang undangan.” tandasnya.
Sementara itu, menurut Kepala Bagian Hukum Pemkab Bojonegoro, Teguh, semua SK yang sudah dikeluarkan itu sah, sebab, perubahan tersebut dilakukan apabila ada hal yang harus dilakukan, sehingga tahapan perubahan dilakukan atas usulan dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pemrakarsa.
“Semua yang diusulkan tetap diproses dan dikaji. SK sudah perubahan pada regulasi, menyesuaikan Perbup baru.” singkatnya.
Akan tetapi ketika disinggung lebih dalam terkait dasar atau alasan yang logis ihwal SK pembatalan program BKKD tahun 2024, Teguh, langsung memilih bungkam dan enggan merespon pertanyaan yang lontarkan oleh media ini. (Red/IKN)