Raden Werkudoro bagian 1
Kabar Bagus ,Saya kira banyak sahabat sahabat di Group ini, yang berwisata ke Patirtan Jolotundo, dan situs lain di kaki gunung Penanggungan. Mari, kita dalami, latar belakang historis gunung ini.
Sejarah gunung Penanggungan tak terpisahkan dari hidup prabu Airlangga (990 -1049) ,pendiri Kerajaan Kahuripan.
Sebentar, kita pelajari dahulu, gunung Penanggungan.
Menurut para ahli geologi, gunung Penanggungan terbentuk sekitar tahun 9560 hingga 9300 SM, satu generasi dengan Gunung Kelud, Gunung Welirang dan Gunung Arjuno Muda.
Pembentukannya terjadi karena proses aktifitas generasi ke-3 di kompleks Anjasmoro-Welirang-Arjuno, merupakan penumpukan awan panas (aliran piroklastik).
Legenda mengkisahkan, gunung Penanggungan adalah salah satu gunung suci dari 9 gunung yang tersebar di Pulau Jawa, pembentukannya terjadi saat para dewa memindahkan gunung Meru dari India ke Indonesia. Entah, bagaimana cara memindahkannya.
Gunung Penanggungan merupakan daerah yang mempunyai nilai historis yang tinggi, terutama pada era Hindu-Budha di Indonesia. Masih ada yang bertanya Tanya, apakah Hindu Buddha itu agama import. Lha kalau import, kok membentuk budaya leluhur kita?
Kita bisa menemukan banyak sekali objek sejarah di area gunung Penanggungan, baik berupa bangunan atau sisa-sisa bangunan, prasasti kuno dan ceruk pertapaan.
Airlangga yang diartikan sebagai “Air yang melompat” memerintah 1009-1042. Sebagai seorang raja, putra raja Bali, Udayana, dari kerajaan Bedahulu dari Wangsa Warmadewa. Ibunya bernama Mahendradatta, seorang putri Wangsa Isyana dari Kerajaan Medang.
Airlangga memiliki dua orang adik, yaitu Marakata yang jadi raja Bali sepeninggal ayah mereka dan Anak Wungsu, naik takhta sepeninggal Marakata. Dalam berbagai prasasti yang disuruh buat olehnya, Airlangga mengaku keturunan Mpu Sindok dari Wangsa Isyana dari Kerajaan Medang Mataram di Jawa Tengah.
Airlangga menikahi putri pamannya, prabu Dharmawangsa Teguh, saudara Mahendradatta di Wwatan, ibu kota Kerajaan Medang (kini sekitar Maospati, Magetan, Jawa Timur).
Ditengah pesta pernikahan, tiba-tiba kota Wwatan diserbu Raja Wurawari yang berasal dari Lwaram,kini Desa Ngloram, Cepu, Blora, Jawa Tengah, yang adalah sekutu Kerajaan Sriwijaya.
Kejadian tersebut kita ketahui dari Prasasti Pucangan (atau Calcutta Stone). Pembacaan Kern atas prasasti tersebut, yang juga dikuatkan oleh de Casparis, menyebutkan bahwa penyerangan tersebut terjadi tahun 928 Saka, atau sekitar 1006/7.
Dalam serangan itu, Dharmawangsa Teguh,. sang mertua, tewas, sedangkan Airlangga, selamat dan lolos ke hutan pegunungan ditemani pembantunya, Mpu Narotama. Saat itu ia berusia 16 tahun. Salah satu bukti petilasan Airlangga sewaktu dalam pelarian dapat dijumpai di Sendang Made, Kudu, Jombang, Jawa Timur.
Bersambung......