Home Peristiwa

Pukat Harimau Kembali Merajalela, Disinyalir Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Riau Lemah Dalam Melakukan Pengawasan

by Berita Bagus - 26 April 2021, 22:14 WIB

Rokan Hilir- Akhir akhir ini maraknya Pukat Harimau masuk di perairan laut Rokan Hilir membuat resah sebahagian besar masyarakat nelayan pribumi lokal. Senin (26/04/2021).

Kedatangan Pukat Harimau menurut para nelayan yang tidak ingin namanya dipublikasikan oleh awak media, diduga berasal dari belawan (Sumatera utara) terekam jelas sedang beraktivitas dilaut Rokan Hilir.

Mengacu undang undang No 31 Tahun 2004 tentang perikanan, terutama pasal 9 ayat (1) yang menyebutkan larangan kepemilikan dan penggunaan alat tangkap ikan yang menganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di wilayah indonesia dan Permen KP No 2/Permen-KP/2015 berisi tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Harimau (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets).

Alat tangkap Pukat Harimau selain dapat merusak lingkungan dan sumber hayati laut dikhawatirkan juga dapat menimbulkan kerusakan bagi ekosistem laut yang mana akibat dampak dari pukat harimau tersebut selain bisa menghancurkan tanah tanah di dasar laut sehingga berakibat pada penghasilan hasil laut semakin berkurang.

Sebelumnya, Aksi penolakan masyarakat nelayan pribumi lokal terhadap kedatangan pukat harimau tersebut telah menuai mosi tidak percaya kepada pemerintah Kabupaten Rokan Hilir tentang lemahnya fungsi pengawasan di wilayah areal perairan laut rohil dengan melakukan musyawarah mufakat di Panipahan kecamatan Pasir Limau Kapas (Palika) yang mana di hadiri langsung oleh camat Yahya khan selaku camat Palika.

Mengingat kebelakang, tercatat dalam sejarah dulunya laut Rokan Hilir sangatlah terkenal dengan hasil ikannya yang melimpah ruah, sehingga ibukota Rokan Hilir Bagansiapiapi pada saat itu pernah mendapat gelar dengan julukan sebagai kota ikan. menurut beberapa sumber, di antaranya surat kabar De Indische mercuur menulis bahwa pada tahun 1928, Bagansiapiapi adalah kota penghasil ikan terbesar kedua di dunia setelah kota Bergen di Norwegia.

Namun seiring berjalannya waktu Bagansiapiapi sebagai ibukota kabupaten rokan hilir sebagai penghasil ikan terbesar no dua di dunia kini semakin menghilang bagai ditelan bumi, ditambah lagi adanya aktivitas pukat harimau yang baru ini bebas beroperasi di wilayah laut rokan hilir menjadi ancaman yang serius bagi kelangsungan hidup para nelayan pribumi lokal yang mengadu nasib memenuhi kebutuhan keluarga sebagai pencari ikan dilaut.

Menanggapi hal itu, Zul Komandan Selaku ketua Forum Komunikasi Anak Nelayan Rokan Hilir mendesak kepada pemerintah untuk meningkatkan kembali fungsi pengawasan dilaut yang mana menurutnya fungsi pengawasan laut sekarang ini tidak maksimal, dan kejadian pukat harimau yang bebas beraktivitas tersebut perlu upaya serius bagi pemerintah agar kedepannya nasib nelayan rohil tidak menderita seperti saat ini yang mana penghasilan para nelayan semakin menurun dari tahun ke tahun.

" Kalo bisa, saya sangat mengharapkan kepada Bapak Gubernur Riau untuk mengajukan kembali Dinas Kelautan dan Perikanan terkait fungsi pengawasan kembali ke Daerah, kekuatan dasar hukumnya sangat jelas kerna masyarakat nelayan kita tidak lagi berurusan ke Provinsi Riau, Kalo begini kita kan susah, masyarakat nelayan pribumi lokal tahunya mereka itu fungsi pengawasannya kepada dinas perikanan Rokan Hilir," ujar Zul Komandan.

Menurutnya, Pemerintah Provinsi Riau Dinas Kelautan dan Perikanan, melalui Unit Pelayanan Teknis (UPT) Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Wilayah III, meliputi wilayah Rokan Hilir dan Dumai, Berkantor jalan Pelabuhan Baru Bagansiapiapi yang saat ini dipimpin oleh Hermanto masih terkesan lemah dalam menjalani fungsi pengawasan.

" Saya berharap kepada Bapak Hermanto, secepat mungkin menanggapi hal semacam ini, adanya laporan dari masyarakat kec.Palika berkedudukan di Panipahan, kita sudah memiliki cukup bukti yang akurat, jangan sempat kembali terulang lagi sejarah tahun 2015 silam yang saya turunkan ratusan nelayan untuk membakar kapal pukat harimau, sehingga saya ditangkap oleh kepolisian dan menjalani masa tahanan di rutan bagansiapiapi," Jelas Mantan Pembakaran Pukat Harimau 2015 silam itu kepada wartawan.

Masih pada persoalan yang sama, hal demikian juga disampaikan Junnaidi saat dimintai tanggapannya terkait adanya aktivitas pukat harimau baru baru ini yang membuat resah bagi sebahagian besar masyarakat pribumi lokal. mewakili dari masyarakat nelayan Rohil dan juga sebagai calon ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Rohil 2021 mendatang, yang mana ia juga meminta kepada pemerintah untuk mengaktifkan lagi fungsi pengawasan di wilayah laut rokan hilir.

" Kalo saya menyampaikan sebenarnya, untuk kepengawasan kita untuk instansi terkait ini nampaknya agak lemah, jelasnya kami sebagai nelayan tradisional sangat dirugikan kerna penghasilan kami jauh semakin menurun dari sebelum sebelumnya, jadi kami sangat berharap kepada instansi terkait tolong untuk pro aktif melakukan pengawasan dilaut rohil," Harap Junnaidi.

Terkait disinyalir lemahnya fungsi pengawasan di perairan laut Rokan Hilir yang saat ini menjadi perbincangan hangat para nelayan pribumi lokal, Wartawan mencoba klarifikasi kepada Pemerintah Provinsi Riau Dinas Kelautan dan perikanan UPT. Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Wilayah III, Namun Hermanto selaku kepala bagian pengawasan di rohil tidak bisa dijumpai dikarenakan ada kerja kedinasan diluar daerah.

" Bapak sekarang berada di Pekanbaru sedang dalam rangka dinas dan juga dalam rangka mendampingi istri nya yang sedang menjalani operasi sakit kelenjar getah bening," Tutup Dayat selaku Penyidik di Kantor UPT PSDKP Wilayah III.

Penulis : Alek Marzen.

Share :

Berita Popular